Kamis, 28 April 2011

Sebuah Kajian antropologis terhadap fenomena anak jalanan



Tidak dapat di punkiri, sebuah kemegahan Kota Jakarta juga memiliki sisi lain, yakni kemisikinan (baca artikel saya: kemiskinan di kota metropolis). Tentunya hal itu terbentuk dari sebuah seleksi kehidupan yang menyebabkan Jakarta dijuluki sebagai Ibukota yang Kejam. Semua ini menurut Pasurdi Suparlan merupakan konsekuensi logis yang muncul akibat gangunan dan pengembangan perkotaan. Timbulnya gelandangan di perkotaan terjadi karena adanya tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberi kesempatan yang lebih baik di kota.
Parsudi Suparlan mengatakan, meskipun demikian, tidak berarti gelandangan hanya menimbulkan akibat negatif bagi kehidupan kota, karena ada hubungan simbiose antara kaum gelandangan dan golongan sosial lainnya, terutama dalam hal pengadaan barang-barang kebutuhan. Dalam hal ini, gelandangan juga meiliki peran dalam suatu struktur kemasyarakatan, yakni sebagai media daur ulang bagi barang-barang perkotaan.
Namun dibalik itu semua, gelandangan adalah bagian nyata dari kehidupan kota metropolis. Hal ini merupakan suatu konsekuensi dimana suatu kota terbangun dengan suatu sistem administratif yang kapital, dimana pemilik barang dan skill pendidikan menjadi golongan yang dominan dalam mendapatkan penghidupan yang layak. Oleh karena itu, gelandangan dan pemukiman liar bukanlah suatu hal yang menjijikan. Akan tetapi menjadi suatu permaslahan yang harus dipecahkan oleh pemerintahan kota
Bagaimana menyelesaikannya? Ini menjadi pertanyaan menggelitik. Bukan dengan jalan menggusur mereka seperti dalam film diatas, namun akan lebih baiknya kita melihat sisi manusiawi dari penyelesaian permasalahan ini. Saya secara pribadi lebih menekankan pada penyelesaian dengan menempatkan mereka ke tempat yang layak. Rumah susun mungkin dapat menjadi alternatif bagi mereka. Bagaimana dengan pekerjaan mereka? Jawabannya dengan memberikan pelatihan kepada mereka, agar dapat memiliki peran yang lebih baik, seperti tukang parkir, supir bus kota, dll.
Ini telah menjadi tugas bulat bagi pemerintah seperti yang tercantum dalam UUD (fakir miskin di pelihara oleh negara), dengan menyelesaikan permasalahan ini secara manusiawi. Ataupun kita dapat membekali kemapuan mereka dalam pengelolaan sampah ibukota. Tentunya hal ini dapat bermanfaat bagi problem kebersihan kota. Semua ini kembali kepada pelaksana amanah rakyat (pemerintah) dalam menyikapi permasalahan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar